1. Gagasan Teori
Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan selanjutnya. Atau pengertian lain yaitu Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.
Kata teori memiliki arti yang berbeda-beda pada bidang-bidang pengetahuan yang berbeda pula tergantung pada metodologi dan konteks diskusi. Secara umum, teori merupakan analisis hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain pada sekumpulan fakta-fakta. Selain itu, berbeda dengan teorema, pernyataan teori umumnya hanya diterima secara “sementara” dan bukan merupakan pernyataan akhir yang konklusif. Hal ini mengindikasikan bahwa teori berasal dari penarikan kesimpulan yang memiliki potensi kesalahan, berbeda dengan penarikan kesimpulan pada pembuktian matematika.
Perlu diketahui bahwa teori berbeda dengan idiologi, seorang peneliti kadang-kadang bisa dalam membedakan teori dan ideologi. Terdapat kesamaan di antara kedunya, tetapi jelas mereka berbeda. Teori dapat merupakan bagian dari ideologi, tetapi ideologi bukan teori. Contohnya adalah Aleniasi manusia adalah sebuah teori yang diungkapakan oleh Karl Marx, tetapi Marxis atau Komunisme secara keseluruhan adalah sebuah ideologi.
Teori dalam ilmu pengetahuan berarti model atau kerangka pikiran yang menjelaskan fenomena alami atau fenomena sosial tertentu. Teori dirumuskan, dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Teori juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu (misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan). Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan (misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan). Sebuah teori membentuk generalisasi atas banyak pengamatan dan terdiri atas kumpulan ide yang koheren dan saling berkaitan.
Istilah teoritis dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang diramalkan oleh suatu teori namun belum pernah terpengamatan. Sebagai contoh, sampai dengan akhir-akhir ini, lubang hitam dikategorikan sebagai teoritis karena diramalkan menurut teori relativitas umum tetapi belum pernah teramati di alam. Terdapat miskonsepsi yang menyatakan apabila sebuah teori ilmiah telah mendapatkan cukup bukti dan telah teruji oleh para peneliti lain tingkatannya akan menjadi hukum ilmiah. Hal ini tidaklah benar karena definisi hukum ilmiah dan teori ilmiah itu berbeda. Teori akan tetap menjadi teori, dan hukum akan tetap menjadi hukum.
Tiga hal yang perlu diperhatikan jika kita ingin mengenal lebih lanjut tentang teori adalah:
A. Teori merupakan suatu proporsi yang terdiri dari konstrak yang sudah didefinisikan secara luas sesuai dengan hubungan unsur-unsur dalam proporsi tersebut secara jelas
B. Teori menjelaskan hubungan antar variable sehingga pandangan yang sistematik dari fenomena yang diterangkan variabel-variabel tersebut dapat jelas
C. Teori menerangkan fenomena dengan cara menspesifikasikan variable yang saling berhubungan.
Teori- teori menyusun dan menyatukan pengetahuan yang sudah ada, sehingga kita tidak perlu memulai semua penelitian dari awal. Teori-teori atau pengetahuan yang terorganisir dari suatu bidang yang dikembangkan oleh hasil-hasil dari akademisi-akademisi sebelumnya memberikan sebuah titik awal untuk memahami bidang apa pun. Sebenarnya apakah itu teori ?
Semua teori merupakan abstraksi. Mereka selalu mengurangi pengalaman menjadi sebuah bentuk kategori-kategori dan sebagai hasilnya selalu meninggalkan sesuatu. Sebuah teori memfokuskan perhatian kita pada sesuatu – pola, hubungan, variabel – dan mengabaikan yang lainnya. Kebenaran mutlak ini penting karena mengungkapkan kekurangan dasar dari teori apa pun. Tidak ada teori yang mengungkapkan semua “kebenaran” atau mampu untuk benar-benar menyampaikan subjek atau penelitiannya. Teori-teori berfungsi sebagai paduan yang membantu kita memahami, menjelaskan, mengartikan, menilai, dan menyampaikan.
Teori-teori juga merupakan susunan. Teori-teori diciptakan oleh manusia, bukan diturunkan oleh Tuhan. Ketika para akedimisi menguji sesuatu yang ada di dunia, mereka membuat pilihan – mengenai bagaimana mengelompokkan apa yang mereka amati, bagaimana menyebut konsep yang mereka fokuskan, seberapa luas atau sempitnya fokus mereka, dan sebagainya. Jadi, teori-teori mempresentasikan beragam cara para para pengamat melihat lingkungan sekitar mereka lebih dari kenyataan yang dapat mereka tangkap. Mereka tidak lebih dari sebuah catatan kenyataan daripada catatan konseptualisasi para akademisi mengenai kenyataan tersebut. Abraham Kaplan menulis, “Bentuk sebuah teori bukan hanya penemuan dari sebuah fakta tersembunyi; teori adalah sebuah cara untuk melihat fakta, menyusun, dan menunjukkannya.” Stanley Deetz menambahkan bahwa “Sebuah teori adalah sebuah cara untuk melihat dan memikirkan dunia. Oleh karena itu, hal tersebut lebih baik jika dilihat sebagai ‘kacamata’ yang digunakan seseorang dalam pengamatan daripada sebuah ‘cerminan’ alam.”
Teori merupakan tafsiran, sehingga mempertanyakan kegunaan sebuah teori lebih bijaksana daripada mempertanyakan kebenarannya. Kebenaran seperti apa pun dapat diperlihatkan melalui beragam cara, tergantung pada orientasi ahli teorinya. Sebuah teori menawarkan satu cara untuk menangkap “kebenaran” dari sebuah fenomena; tetapi bukanlah satu-satunya cara untuk memandang fenomena tersebut.
Akhirnya, teori-teori terikat dengan tindakan secara intim. Bagaimana kita berpikir – teori-teori kita – menunjukkan bagaimana kita bertindak; dan bagaimana kita bertindak – praktik-praktik kita – menunjukkan bagaimana kita berpikir. Dalam dunia ilmu pengetahuan, teori-teori formal dan praktik-praktik intelektual tidak terpisahkan. James Anderson mengatakan bahwa, “Teori… berisi seperangkat pelajaran untuk membaca dunia dan bertindak di dalamnya.” Sebuah teori mengatur bagaimana cara kita melalui pendekatan terhadap dunia kita.
2. Dimensi-Dimensi Teori
Ada empat dimensi teori, yaitu (a) asumsi filosofis atau kepercayaan dasar yang mendasari teori; (b) konsep atau susunan-susunan pembentukan; (c) penjelasan atau hubungan dinamis yang dihasilkan oleh teori; dan (d) prinsip atau panduan untuk tindakan. Walaupun beberapa teori – biasanya mengacu pada teori pantulan – hanya menyertakan dua dimensi pertama, sebagian besar akademisi percaya bahwa sebuah teori sedikinya harus memiliki tiga dimensi pertama – asumsi, konsep, dan penjelasan. Namun, tidak semua teori memasukkan potongan terakhir dan sebenarnya, seperti yang akan kita lihat, penyertaan prinsip merupakan sesuatu yang kontroversional.
A. Asumsi Filosofis
Titik awal semua teori adalah asumsi-asumsi filosofis yang mendasarinya. Asumsi-asumsi yang dipakai seorang ahli teori menentukan bagaimana sebuah teori akan digunakan. Oleh sebab itu, dengan mengetahui asumsi-asumsi dibalik sebuah teori merupakan langkah pertama untuk memahami teori tersebut. Asumsi-asumsi filosofis tersebut sering kali dibagi menjadi tiga jenis utama: asumsi mengenai epistemologi atau pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan; asumsi mengenai ontologi atau pertanyaan-pertanyaan tentang keberadaannya; dan asumsi mengenai aksiologi atau pertanyaan-pertanyaan tentang nilai. Setiap teori, baik secara eksplisit maupun implisit memasukkan asumsi-asumsi mengenai sifat pengetahuan dan bagaimana hal tersebut diperoleh, apa yang mendasari keberadaannya, dan apa yang berharga. Melihat asumsi-asumsi ini, memberikan sebuah dasar untuk memahami bagaimana sebuah teori menempatkan diri dalam hubungannya dengan teori-teori lain.
1) Epistemologi
Epistemologi merupakan cabang filosofis yang mempelajari pengetahuan atau bagaimana orang-orang mengetahui apa yang mereka ketahui. Setiap diskusi tentang teori pasti akan kembali ke isu-isu epistemologi. Pertanyaan-pertanyaan berikut merupakan pertanyaan-pertanyaan paling umum mengenai epistemologi yang berhubungan dengan akademisi komunikasi.
Pada tingkatan apa pengetahuan dapat muncul sebelum pengalaman? Banyak yang percaya bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman. Kita mengamati dunia sehingga kita mengetahui tentang dunia. Akan tetapi, mungkin masih ada sesuatu dalam sifat dasar kita yang memberikan sejenis pengetahuan, bahkan sebelum kita mengalaminya. Kemampuan untuk berpikir dan merasakan, sering kali disebut sebagai bukti untuk mekanisme yang melekat tersebut. Sebagai contoh, ada bukti yang kuat bahwa anak-anak tidak belajar bahasa sepenuhnya dari apa yang didengarnya. Akan tetapi, mereka mendapatkan bahasa dengan menggunakan contoh-contoh bawaan untuk menguji apa yang mereka dengar. Dengan kata lain, sebuah kapasitas atau struktur untuk bahasa ada dalam otak apriori, bahkan sebelum seorang anak mulai mengetahui dunia dengan mengalaminya.
Pada tingkatan apa pengetahuan dapat menjadi sesuatu yang pasti? Apakah pengetahuan ada di dunia sebagai sesuatu yang mutlak, sehingga dapat diambil oleh siapa saja yang bisa menemukannya? Atau apakah pengetahuan relatif dan berubah? Perdebatan mengenai masalah ini telah terjadi di antara para filsuf selama ratusan tahun dan ahli-ahli teori komunikasi menempatkan dirinya dalam tempat-tempat yang berbeda pada rangkaian kesatuan ini juga. Mereka yang mengambil sebuah pendirian universal – yang percaya bahwa mereka mencari pengetahuan yang mutlak dan tidak berubah – akan mengalamai kesalahan dalam teori-teorinya, tetapi mereka percaya bahwa kesalahan-kesalahan ini hanyalah sebuah hasil dari belum ditemukannya kebenaran yang utuh. Para penganut paham relativitas percaya bahwa pengetahuan tidak akan pernah menjadi sesuatu yang mutlak karena kenyataan yang universal tidak pernah ada. Bahkan, apa yang dapat kita ketahui disaring melalui pengalaman dan persepsi kita serta berdasarkan hal ini, teori-teori yang dibangun juga berkembang dan berubah.
Dengan proses apa pengetahuan muncul? Pertanyaan ini merupakan jantung epistemologi karena jenis proses yang dipilih untuk menemukan pengetahuan menentukan jenis pengetahuan yang dapat berkembang dari proses tersebut. Setidaknya ada empat posisi pada masalah ini. Rasionalisme menyatakan bahwa pengetahuan muncul dari kekuatan pikiran manusia yang curam untuk mengetahui kebenaran. Empirisme menyatakan bahwa pengetahuan muncul dalam persepsi. Konstruktivisme percaya bahwa orang menciptakan pengetahuan agar dapat berjalan secara pragmatis di dunia dan bahwa pengetahuan adalah apa yang telah dihasilkan oleh seseorang dari dunia. Konstruktivisme sosial mengajarkan bahwa pengetahuan merupakan produk interaksi simbolis dalam kelompok-kelompok sosial.
Apakah pengetahuan sebaiknya dipahami sebagian atau secara keseluruhan? Mereka yang mengambil pendekatan holistik percaya bahwa fenomena sangat berhubungan dan berkerja sebagai sebuah sistem. Dengan kata lain, pengetahuan yang benar tidak dibagi menjadi bagian-bagian, tetapi terdiri atas pemahaman yang umum, tidak dapat dibagi, dan gestalt. Sebaliknya, para analisis percaya bahwa pengetahuan terdiri atas pemahaman tentang bagaimana bagian-bagian tersebut berkerja secara terpisah. Mereka tertarik dalam memisahkan, mengategorikan, dan menganalisis komponen-komponen yang berbeda yang bersama-sama membentuk apa yang disebut pengetahuan.
Pada tingkatan apa pengetahuan menjadi eksplisit? Banyak filsuf dan akademisi yang percaya bahwa Anda tidak dapat mengetahui sesuatu kecuali Anda dapat menetapkannya. Dalam pandangan ini, pengetahuan adalah sesuatu yang dapat diartikulasikan dengan ekplisit. Pandangan lainnya menyatakan bahwa banyak pengetahuan yang tersembunyi – bahwa orang-orang berkerja berdasarkan perasaan yang tidak sadar dan mungkin tidak dapat mereka ungkapkan. Pengetahuan tersebut disebut pengetahuan bawah sadar (tacit).
2) Ontologi
Ontologi merupakan sebuah filosofi yang berhadapan dengan sifat makhluk hidup. Epistemologi dan ontologi berjalan beriringan karena gagasan-gagasan kita tentang pengetahuan sebagian besar bergantung pada pemikiran kita mengenai siapa yang mengetahui. Dalam ilmu sosial, ontologi sebagian besar berhadapan dengan sifat keberadaan manusia; dalam komunikasi, ontologi berpusat pada sifat interaksi sosial manusia karena cara seorang ahli teori mengonseptualisasi interaksi sebagian besar bergantung pada bagaimana penghubung tersebut dipandang. Setidaknya ada empat masalah yang penting.
Pertama, pada tingkatan apa manusia membuat pilihan-pilihan yang nyata? Walaupun semua penelitian nampaknya setuju bahwa orang-orang merasakan pilihan, ada perdebatan filosofis yang telah berlangsung lama tentang apakah ada pilihan yang nyata. Pada salah satu sisi dari masalah tersebut berdiri kaum determinis yang menyatakan bahwa perilaku disebabkan oleh banyak kondisi sebelumnya yang sebagian besar menentukan perilaku manusia. Menuru pandangan ini, manusia pada dasarnya bersifat reaktif dan pasif. Pada sisi lain perdebatan, berdiri kaum pragmatis yang menyatakan bahwa manusia merencanakan perilakunya untuk mencapai tujuan masa depan. Kelompok ini memandang manusia sebagai makhluk yang aktif dan dapat mengambil keputusan yang dapat mempengaruhi nasib mereka sendiri. Ada juga yang berdiri di posisi tengah, yang menyatakan bahwa orang-orang membuat pilihan dalam jangkauan yang terbatas atau bahwa beberapa perilaku telah ditentukan, sedangkan perilaku yang lain dilakukan dengan bebas.
Masalah ontologis yang kedua adalah apakah perilaku manusia sebaiknya dipahami dalam bentuk keadaan atau sifat. Pertanyaan ini berhubungan dengan apakah ada dimensi yang cukup stabil – sifat-sifat – atau kondisi-kondisi sementara yang lebih mempengaruhi manusia, yang disebut dengan keadaan. Pandangan keadaan menyatakan bahwa manusia bersifat dinamis dan mengalami banyak keadaan dalam satu hari, satu tahun, dan seumur hidup. Pandangan sifat menyatakan bahwa manusia sebagian besar dapat diperkirakan karena menunjukkan karateristik yang kurang lebih konsisten sepanjang waktu. Oleh karena itu, sifat-sifat tidak berubah dengan mudah dan menurut pandangan ini, manusia pada dasarnya dipandang statis. Tentunya, ada posisi tengah-tengah dan banyak ahli teori percaya bahwa baik sifat maupun keadaan dapat memgarakterisasi perilaku manusia.
Apakah pengalaman manusia semata-mata individual atau sosial? Pertanyaan ontologis ini berhubungan dengan apakah individu atau kelompok membawa banyak beban untuk menetukan tindakan manusia. Akademisi-akademisi yang memberi perhatian pada individu memahami perilaku mereka dalam istilah individualistis dan satuan analisis mereka adalah jiwa manusia sebagai individu. Namun, ilmuwan sosial yang lain lebih memfokuskan pada kehidupan sosial sebagai satuan analisis utama. Para akademisi ini percaya bahwa manusia tidak dapat dipahami secara terpisah dari hubungannya dengan orang lain dalam kelompok dan kebudayaan. Pertanyaan ontologis ini sangat penting bagi akademisi komunikasi karena fokus mereka pada interaksi.
Pada tingkatan apakah komunikasi menjadi kontekstual? Fokus pertanyaan ini adalah apakah perilaku diatur oleh prinsip-prinsip universal atau apakah hal ini bergantung pada faktor-faktor situasional. Beberapa filsuf percaya bahwa kehidupan dan tindakan manusia sebaiknya dipahami dengan melihat pada faktor-faktor universal; yang lainnya percaya bahwa perilaku bersifat kontekstual dan tidak dapat dihasilkan di luar situasi yang ada. Dalam komunikasi, lebih banyak orang yang mendukung posisi tengah dengan para akademisi yang percaya bahwa perilaku dipengaruhi baik oleh faktor-faktor umum maupun situasional.
3) Aksiologi
Aksiologi merupakan cabang filosofi yang berhubungan dengan penelitian tentang nilai-nilai. Nilai-nilai apa yang memandu penelitian dan apa implikasi nilai-nilai tersebut bagi hasil proses penelitian? Bagi akademisi komunikasi, masalah-masalah aksiologi ini sangat penting.
Bisakah teori bebas dari nilai? Ilmu pengetahuan klasik menjawab kegelisahan aksiologi yang pertama ini dengan jawaban setuju – bahwa teori dan penelitian bebas dari nilai, bahwa ilmu bersifat netral, dan apa yang coba dilakukan oleh akademisi adalah untuk mengungkapkan fakta sebagaimana adanya. Menurut pandangan ini, ketika nilai-nilai ilmuwan menimpa karya mereka, maka hasilnya adalah ilmu pengetahuan yang buruk. Akan tetapi, ada posisi berbeda dalam masalah ini: bahwa ilmu pengetahuan tidak bebas dari nilai karena penelitian selalu dipandu oleh pilihan apa yang diteliti, bagaimana melakukan penelitian, dan sebagainya. Selanjutnya, pilihan-pilihan ilmuwan dipengaruhi oleh pribadi sebagai nilai-nilai institusional. Nilai-nilai pemerintah dan perusahaan swasta menentukan penelitian apa yang akan didanai; ideologi-ideologi politik dan ekonomi sama-sama memberikan serta diberikan dengan cara tertentu untuk memandang dunia, diwujudkan oleh bentuk-bentuk teori dan penelitian yang berbeda. Oleh karena itu, dari posisi ini, setiap pandangan kebutuhan atau warna yang dilihat, membuat penelitian bebas dari nilai menjadi sesuatu yang tidak mungkin.
Masalah nilai yang kedua berfokus pada pertanyaan apakah akademisi mengganggu, sehingga memengaruhi proses yang sedang dipelajari. Dengan kata lain, pada tingkatan apa proses penelitian itu sendiri memengaruhi apa yang sedang diamati? Pada tingkatan apakah peneliti menjadi bagian dari sistem yang sedang diteliti dan juga memengaruhi sistemnya? Sudut pandang ilmiah tradisional adalah pada apa-apa yang harus diamati baik-baik oleh para ilmuwan tanpa adanya campur tangan, sehingga dapat diperoleh keakurasian. Banyak kritik yang meragukan kemungkinan ini, percaya bahwa tidak ada metode pengamatan yang benar-benar bebas dari distorsi.
Masalah ketiga dalam aksiologi berhubungan dengan akhir penelitian yang dilakukan. Haruskah penelitian dirancang untuk mencapai perubahan atau apakah fungsinya hanya untuk menghasilkan pengetahuan? Para ilmuwan tradisional menyatakan bahwa mereka tidak bertanggung jawab terhadap cara-cara penggunaan pengetahuan ilmiah – dapat digunakan untuk hal yang baik atau buruk. Banyak kritik yang mengatakan bahwa pengetahuan ilmiah sangat bersifat instrumentalis. Pengetahuan ini dapat dikendalikan dan menguatkan penyusunan kekuatan tertentu di masyarakat. Oleh karena itu, para akademisi memiliki sebuah tanggung jawab untuk melakukan usaha-usaha yang membantu masyarakat berubah dalam cara yang positif.
Oleh karena itu, secara keseluruhan, ada dua posisi yang terletak dalam masalah-masalah aksiologi ini. Pada satu sisi, beberapa akademisi mencari objektivitas dan pengetahuan yang mereka percaya sangat bebas-nilai. Di sisi yang lain adalah ilmu yang sadar-nilai, di mana para peneliti mengenali pentingnya nilai-nilai bagi penelitian dan teori, berhati-hati untuk menghargai pendirian mereka, serta menjadikan usaha yang dilakukan untuk mengarahkan nilai-nilai tersebut dalam cara yang positif.
B. Konsep
Dimensi pertama sebuah teori adalah konsep-konsep atau kategori-kategorinya. Materi-materi dikelompokkan ke dalam kategori-kategori konseptual menurut kualitas-kualitas yang diamati. Dalam dunia kita sehari-hari, beberapa hal dianggap sebagai pepohonan, rumah, atau mobil. Sifat-sifat manusia adalah konseptual. Thomas Kuhn menulis bahwa kita tidak “belajar untuk melihat dunia sedikit demi sedikit atau satu persatu”; kita “menyatukan semua area dari perubahan dalam pengalaman.”
Konsep – istilah dan definisinya – memberitahukan kita apa yang dilihat oleh ahli teori dan apa yang dianggap penting. Untuk menentukan konsep, ahli teori komunikasi mengamati banyak variabel dalam interaksi manusia dan menggolongkannya serta menandainya menurut pola-pola yang diterima. Hasilnya – dan tujuan teori – adalah untuk merumuskan dan mengartikulasikan konsep-konsep yang telah ditandai. Istilah-istilah konseptual yang telah diidentifikasi menjadi sebuah bagian penting dari teori dan sering kali istilah-istilah ini khusus dipergunakan untuk teori tersebut. Apa yang berfungsi sebagai istilah-istilah konseptual bagi salah satu teori belum tentu dapat digunakan untuk yang lain.
Teori-teori yang berhenti pada tingkatan konseptual – teori-teori yang tujuannya adalah untuk memberikan sebuah susunan kategori untuk sesuatu tanpa menjelaskan bagaimana mereka saling terhubung – dikenal dengan sebutan taksonomi. Banyak ahli teori yang bahkan enggan untuk menyebutnya teori karena taksonomi tidak memberikan sebuah pemahaman mengenai bagaimana sesuatu berkerja. Selanjutnya, teori-teori terbaik melampaui taksonomi dalam memberikan penjelasan – pernyataan-pernyataan mengenai bagaimana variabel-variabel saling berhubungan – untuk menunjukkan konsep-konsep yang saling terhubung.
C. Penjelasan
Sebuah penjelasan merupakan dimensi selanjutnya dari teori dan di sini para ahli teori mengidentifikasi keteraturan atau pola dalam hubungan antarvariabel. Misalkan, penjelasan menjawab pertanyaan: Kenapa? Sebuah penjelasan mengidentifikasi sebuah “kekuatan logis” antarvariabel yang menghubungkan mereka.
Ada banyak jenis penjelasan, tetapi dua penjelasan paling umum adalah kausal dan praktis. Dalam penjelasan kausal, kejadian-kejadian dihubungkan sebagai hubungan sebab akibat, dengan salah satu variabel yang dianggap sebagai hasil atau akibat variabel lainnya. Sebaliknya, penjelasan praktis menjelaskan tindakan-tindakan sebagai tujuan yang terhubung dengan tindakan yang dirancang untuk mencapai tujuan di masa yang akan datang. Dalam penjelasan kausal, kejadian berikutnya ditentukan oleh beberapa kejadian yang mendahuluinya. Dalam penjelasan praktis, akibat-akibat terjadi karena tindakan-tindakan yang dipilih.
Perbedaan antara penjelasan kausal dan praktis merupakan hal yang penting dalam perdebatan mengenai apa yang harus dilakukan sebuah teori. Banyak ahli teori tradisional yang mengatakan bahwa teori-teori harus berhenti pada tingkat penjelasan. Para akademisi ini percaya bahwa teori-teori menggambarkan hal-hal sebagaimana adanya, dengan mengidentifikasi dan menjelaskan mekanisme kausal kejadian tersebut. Akademisi lain mempertahankan bahwa teori-teori harus menembus penggambaran dan harus memberikan panduan tindakan praktis, sebuah pendekatan yang membuat penjelasan praktis menjadi penting. Bagi para ahli teori ini, penjelasan praktis mempengaruhi ketiga elemen dari sebuah teori – elemen prinsip.
D. Prinsip
Prinsip-prinsip merupakan dimensi terakhir dari teori. Sebuah prinsip merupakan sebuah acuan yang memungkinkan Anda untuk mengartikan sebuah kejadian, membuat penilaian mengenai apa yang terjadi, dan selanjutnya memuluskan bagaimana bertindak dalam situasi tersebut. Sebuah prinsip memiliki tiga bagian: (a) mengidentifikasi sebuah situasi atau kejadian, (b) menyertakan seperangkat norma atau nilai; (c) menegaskan sebuah hubungan antara susunan tindakan dan akibat yang mungkin. Prinsip-prinsip membolehkan seorang peneliti untuk merefleksikan pada kualitas tindakan yang diamati dan juga untuk memberikan panduan bagi praktik, tidak seperti penggunaan prinsip-prinsip dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak ada persetujuan, setidaknya dalam ilmu pengetahuan sosial, mengenai apakah teori-teori harus menyertakan prinsip-prinsip untuk penilaian dan tindakan. Beberapa ahli teori cukup senang dengan hanya menawarkan konsep dan penjelasan tanpa membuat rekomendasi mengenai dasar teorisasi mereka. Bagi ahli-ahli teori yang lain justru menghasilkan prinsip yang dapat digunakan sebagai dasar tindakan di dunia merupakan keseluruhan tujuan untuk keterlibatan dalam pembuatan teori.
Dimensi teori yang beragam hanya menggambarkan – asumsi, konsep, penjelasan, dan prinsip – tergabung dalam cara-cara yang berbeda untuk menyusun teori-teori yang berbeda.
3. Definisi Teori Menurut Para Ahli
Teori adalah sebuah proses mengembangkan ide-ide yang membantu kita menjelaskan bagaimana dan mengapa suatu peristiwa terjadi (Jonathan H. Turner)
Teori merupaka sebuah sistem konsep yang abstrak dan hubungan-hubungan konsep tersebut yang membantu kita untuk memahami sebuah fenomena (Littlejohn dan Karen Foss)
Teori adalah konsep-konsep yang berhubungan satu sama lainnya yang mengandung suatu pandangan sistematis dari suatu fenomena. (Kerlinger)
Teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa atau kejadian (Nazir)
Teori adalah suatu pernyataan yang isinya menyebabkan atau mengkarakteristikkan beberapa fenomena (Stevens)
Teori adalah suatu deskripsi fenomena tertentu, suatu penjelasan tentang hubungan antar fenomena atau ramalan tentang sebab akibat satu fenomena pada fenomena yang lain (Fawcett)
A theory consist of generalizations intended to explain phenomena and that the generalizations must be predictive (Teori terdiri dari generalisasi yang dimaksudkan untuk menjelaskan dan memprediksi sebuah fenomena) (Travers).
Teori merupakan suatu kumpulan konsep, definisi, proposisi, dan variable yang berkaitan satu sama lain secara sistematis dan telah digeneralisasikan, sehingga dapat menjelaskan dan memprediksi suatu fenomena (fakta-fakta) tertentu (Emory-Cooper).
Teori adalah hipotesis (dugaan sementara) yang belum terbukti atau spekulasi tentang kenyataan yang belum diketahui secara pasti (Calvin S. Hall dan Gardner Linzey)
Teori adalah sekumpulan konsep yang ketika dijelaskan memiliki hubungan dan dapat diamati dalam dunia nyata (King)
Teori adalah seperangkat asumsi dan kesimpulan logis yang mengaitkan seperangkat variabel satu sama lain. Teori akan menghasilkan ramalan-ramalan yang dapat dibandingkan dengan pola-pola yang diamati (Manning)
Teori adalah sperangkat konsep. Defenisi dan dalil yang saling terkait secara sistematis yang dikedepankan unutk menjelaskan dan mempradiksi fenomena yang terjadi dijalan raya. (Angha, Nader. 2002)
Teori adalah hulu atau sumber suatu proposisi ilmiah, cara mengujinya adalah melalui prosedur penelitian dengan asumsi atau hipotesis-hoipotesis kemudian diuji atau dibuktikan berdasarkan data-data yang dikumpulkan (Tamburaka, H.Rustam E; 1999).
Menurut buku Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communiation, Wadsworth, Secara umum istilah teori dalam ilmu sosial mengandung beberapa pengertian sebagai berikut: Teori adalah abstraksi dari realitas; Teori terdiri dari sekumpulan prinsip dan defenisi yang secara konseptual mengorganisasikan aspek-aspek dunia empiris secara sistematis; Teori terdiri dari asumsi-asumsi, proposisi-proposisi, dan aksioma-aksioma dasar yang saling berkaitan; Teori terdiri dari teorema-teorema yakni generalisasi-generalisasi yang diterima atau terbukti secara empiris. Dari unsur di atas dapat disimpulkan bahwa teori pada dasarnya merupakan konseptualisasi atau penjelasan logis dan empirik tentang suatu fenomena. Bentuknya merupakan pernyataan-pernyataan yang berupa kesimpulan tentang suatu fenomena.
Sementara menurut Dagobert Runes dalam sadulloh (2009 ; 3) teori adalah:
A. Teori merupakan suatu hipotesis tentang segala masalah, dapat diuji tetapi tidak perlu diuji.
B. Teori adalah merupakan lawan dari praktik, merupakan pengetahuan yang disusun secara sistematis dari kesimpulan umum relatif.
C. Teori diartikan sebagai lawan dari hukum dan observasi, sesuatu deduksi dari aksioma-aksioma dan teorema-teorema suatu sistem yang pasti (tidak perlu diuji) secara relatif kurang problematis dan lebih banyak diterima dan diyakini.
Sedangkan menurut (kneller 1971 : 41 dalam sadulloh 2009 : 4) teori mempunyai dua pengertian yang pertama, bahwa teori itu empiris, dalam arti sebagai suatu hasil pengujian terhadap hipotesisi dengan melalui observasi dan eksprimen. Kedua, teori dapat diperoleh melalui berpikir sistematis spekulatif, dengan metode deduktif. Kneller mengemukakan bahwa teori ini merupakan “a set of koherent thounght”, seperangkat berpikir koheren, yang sesuai dengan koherensi tentang kebenaran.
Teori adalah a set of interrelated constructs (variabel), difinitions, and propostions that present a systematic view of phenomena by specifying relation among variable, with the purpose of explaining natural phenomena. (Creswell, 2003: 120)
Teori adalah seperangkat pernyataan-pernyataan yang secara sistematik berhubungan atau sering disebut teori adalah sekumpulan definisi konsep dan porposisi yang saling berkaitan yang menghadirkan suatu tujuan yang sistematic atau fenomena yang ada dengan menunjukan hubungan yang khas di antara variabel-variabel. (Talcott P dan Robert).
Teori menurut definisinya adalah serangkaian konsep yang memiliki hubungan sistematis untuk menjelaskan suatu fenomena sosial tertentu. Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa teori merupakan salah satu hal yang paling fundamental yang harus dipahami seorang peneliti ketika ia melakukan penelitian karena dari teori-teori yang ada peneliti dapat menemukan dan merumuskan permasalahan sosial yang diamatinya secara sistematis untuk selanjutnya dikembangkan dalam bentuk hipotesis-hipotesis penelitian. (Erwan dan Dyah (2007).
4. Elemen Teori
Di dalam sebuah teori terdapat beberapa elemen yang mengikutinya. Elemen ini berfungsi untuk mempersatukan variabel-variabel yang terdapat di dalam teori tersebut.
A. Elemen pertama yaitu konsep. Konsep adalah sebuah ide yang diekspresikan dengan symbol atau kata.. Konsep dibagi dua yaitu, simbol dan definisi. Dalam ilmu alam konsep dapat diekspresikan dengan simbol-simbol seperti, ”∞” = tak terhingga, ”m”= Massa, dan lainya. Akan tetapi, kebanyakan di dalam ilmu sosial konsep ini lebih diekspresikan dengan kata-kata tidak melalui simbol-simbol. Menurut Neuman kata-kata juga merupakan simbol karena bahasa itu sendiri adalah simbol. Karena mempelajari konsep dan teori seperti mempelajari bahasa. Konsep selalu ada di mana pun dan selalu kita gunakan. Misalnya kita membicarakan tentang pendidikan. Pendidikan merupakan suatu konsep, ia merupakan ide abstrak yang hanya di dalam pikiran kita saja.
B. Elemen kedua yaitu Scope. Dalam teori seperti yang dijelaskan di atas memiliki konsep. Konsep ini ada yang bersifat abstrak dan ada juga yang bersifat kongkret. Teori dengan konsep-konsep yang abstrak dapat diaplikasikan terhadap fenomena sosial yang lebih luas, dibanding dengan teori yang memiliki konsep-konsep yang kongkret. Contohnya, teori yang diungkapkan oleh Lord Acton ”kekuasaan cenderung dikorupsikan”. Dalam hal ini kekuasaan dan korupsi ada pada lingkup yang abstrak. Kemudian kekuasaan ini dalam lingkup kongkret sepeti presiden, raja, jabatan ketua RT,dll. Dan korupsi dalam lingkup kongkret seperti korupsi uang.
C. Elemen ketiga adalah relationship. Teori merupakan sebuah relasi dari konsep-konsep atau secara lebih jelasnya teori merupakan bagaimana konsep-konsep berhubungan. Hubungan ini seperti pernyataan sebab-akibat (causal statement) atau proposisi. Proposisi adalah sebuah pernyataan teoritis yang memperincikan hubungan antara dua atau lebih variable, memberitahu kita bagaimana variasi dalam satu konsep dipertangggung jawabkan oleh variasi dalam konsep yang lain. Ketika seorang peneliti melakukan tes empiris atau mengevaluasi sebuah hubungan itu, maka hal ini disebut sebuah hipotesa. Sebuah teori sosial juga terdiri dari sebuah mekanisme sebab akibat, atau alasan dari sebuah hubungan, sedangkan mekanisme sebab akibat adalah sebuah pernyataan bagaimana sesuatu bekerja.